Simple Accounting

Subjek dan Objek Pajak ( Pengertian Pajak)

Subjek dan Objek Pajak

Pengertian Pajak

Pajak merupangan pungutan yang diberikan dari seorang wajib pajak untuk negara sesuai dengan landasan undang – undang. Dalam perpajakan, seseorang yang sudah membayar pajak tidak mendapat apa – apa yang diberikan secara langsung oleh lembaga penyelenggara penarikan pajak (kantor pajak). Hanya bukti pembayaran pajaklah yang diberikan kepada masing – masing wajib pajak sebagai catatan bahwaa yang bersangkutan sudah membayar pajak dengan tertib.
Pajak yang diperoleh pada akhirnya dimanfaatkan sebagai dana pembelanjaan negara. Agar kesejahteraan sosial dapat dicapai, maka pajak sangat penting untuk dibayarkan sesuai dengan jumlah yang ditentukan. Jadi, pajak bisa disimpulkan sebagai dana yang diperoleh dari rakyat, diproses oleh negara, dan kemudian dikembalikan pada rakyat sebagai bentuk – bentuk usaha peningkatan kesejahteraan sosial.

Dasar Aturan Perpajakan

Secara hukum, pajak juga sudah diatur dengan tatanan yang sesuai. Pasal 23 Ayat 2 UUD 1945 menjekaskan bahwa seluruh penetapan dan aturan perpajakan dilandasi undang – undang. Dengan adanya dasar hukum tersebut, penarikan pajak juga ditentukan secara terstruktur. Seorang wajib pajak tidak akan keberatan dengan jumlah tagihan pajaknya karena sudah dihitung sesuai kemampuan.
Tata cara perpajakan dan ketentuan umumnya diatur dalam Undang – Undang Nomor 16 tahun 2000. Undang – Undang Nomor 17 tahun 2000 menjelaskan hal – hal terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh). Menyusul setelah itu dibuat juga Undang – Undang Nomor 18 tahun 2000 dengan penjelasan tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPn). PPn sering didapati di restoran, toko buku, furniture dan toko lainnya dengan besar pembayaran 10%. Tidak hanya itu, Undang – Undang Nomor 18 tahun 2000 juga menjelaskan terkait Pajak tentang Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).
Undang – Undang Nomor 20 tahun 2000 menjelaskan terkait Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Jadi, ada biaya – biaya tertentu yang harus dibayarkan saat memiliki tanah dan bangunan. Ada pula Undang – Undang Nomor 12 tahun 1994 yang berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, terdapat juga Undang – Undang Nomor 13 tahun 1985 serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000 terkait Bea Materai.

Hal – Hal Yang Perlu Diketahui Tentang Pajak

Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang pajak. Unsur pertama dalam perpajakan adalah wajib pajak. Wajib pajak adalah seseorang atau badan tertentu yang memiliki kewajiban dalam membayar pajak. Yang dimaksud dengan badan merupakan suatu jenis usaha dengan beberapa bentuk. Bentuk jenis usaha meliputi yayasan, koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), Firma (Fa), Perseroan Terbatas (PT). Oleh karena itu, ada banyak bentuk usaha yang dikenai pajak mulai pajak perusahaan hingga pajak industri kreatif.
Salah satu hal terpenting lainnya dalam perpajakan adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWB diberikan dalam bentuk kartu seperti ATM dengan memuat nama wajib pajak, alamat, NPWP, dan waktu terdaftar. Selain itu di bagian belakang kartu juga dituliskan peraturan yang harus dipatuhi setiap wajib pajak.
Ada dua buah struk yang umum harus diisi oleh wajib pajak. Yang pertama adalah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan). Surat tersebut memuat berapa besar penghasilan seorang wajib pajak dan berapa banyak jumlah pendapatan yang diluar tagihan pajak. Dengan demikian, pengisian form pajak akan lebih mudah. Saat ini, SPT tahunan bisa dibayarkan melalui 2 tempat, yaikni di kantor pajak dan secara online dengan memanfaatkan teknologi e – filing.

Gambar 1: e – filing bisa dikonsultasikan

SPT tahunan memiliki 2 jenis formulir. Formulir pertama ditujukan kepada wajib pajak dengan jumlah pendapatan pertahun di bawah Rp60.000.000. Sedangkan formulir lainnya ditujukan kepada wajib pajak dengan pendapatan pertahun di atas Rp60.000.000. Selain itu, terdapat pula formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang harus diisi setiap bulannya. Tahun pajak atau tahun buku juga merupakan salah satu hal penting dalam perpajakan.

Asas Penarikan Pajak

Terdapat 3 asas dalam penarikan pajak. Asas Pertama adalah asas domisili. Artinya, seseorang akan dikenai tarikan pajak jika berada pada wilayah domisili tertentu. Misalnya saja seseorang bekerja sebagai karyawan di perusahaan Indonesia, maka wajib membayar dan melaporkan pajak. Hal ini juga menjadi kewajiban seseorang yang menjadi TKI di luar negeri. Meskipun uang yang diperoleh berasal dari luar negeri, karena yang bersangkutan berdomisili di suatu daerah Indonesia maka tetap wajib membayarkan pajak.
Asas berikutnya yaitu asas sumber. Asas sumber menjadi pedoman pembayaran berdasarkan sumber penghasilan seseorang. Jika ada wajib pajak yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia, meskipun berdomisili di luar negeri harus tetap mambayar pajak. Pajak tersebut diambil atas dasar sumber penghasilannya.
Asas terakhir yaitu asas kebangsaan. Yang dimaksud dalam hal ini adalah setiap orang memiliki kewajiban membayar dan melaporkan pajak meskipun WNI atau WNA. Jika seorang WNA tinggal dan bekerja di Indonesia, meskipun tidak memiliki KTP domisili Indonesia dan sumbernya dari perusahaan asing di Indonesia, maka tetap harus membayar pajak sesuai aturan yang berlaku.

Subjek dan Objek Pajak

Salah satu dasar hukum perpajakan di Indonesia adalah PPh Pasak 23, Penghasilan yang diperoleh berasal dari modal, pembayaran jasa, atau hadiah setelah potongan PPh Pasal 21. Perusahaan negara lain yang memiliki cabang di Indonesia juga wajib memayarnya. Tidak hanya itu, penyelenggara suatu acara juga menjadi subjek pajak dalam hal ini.

Menurut PPh Pasal 23, wajib pajak yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan usaha dengan penerimaan gaji, honorarium, keuntungan berjualan serta jasa di berbagai bidang dalam negeri. Wajib pajak yang berbentuk berorangan yang menjadi subjek pajak yaitu orang – orang dengan penghasilan dan NPWP seperti guru, dokter, atau orang lain di bidang jasa usaha produk apa saja yang menjalankan pembukuan atau jurnal.
Selain membahas subjek pajak, PPh Pasal 23 juga membahas tentang objek pajak yaitu dividen yang berupa apa saja, baik polis asuransi, SHU koperasi, bunga, royalti, hadiah, hasil usaha, hasil sewa suatu properti atau harta, dan imbalan jasa. Sewa dalam hal ini bisa dikaitkan dengan hak sewa guna serta hak opsi.
Jadi, subjek pajak berada dalam negeri memiliki tagihan pajak atas semua penghasilannya baik yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri. Keterangan ini sejalan dengan asas kebangsaan dalam perpajakan. Di sisi lain, objek pajak juga termasuk penghasilan dari luar negeri. Misalnya pajak industri kreatif yang produknya sudah diekspor ke berbagai negara, maka penghasilan tersebut juga menjadi objek pajak.
Pasal 24 ayat 3 UU PPh menjelaskan tentang batas penghitungan jumlah pendapatan di atas boleh dikreditkan. Misalnya saja pendapatan yang diperoleh dari sumber saham, bunga, royalti maupun penyewaan suatu aset. Objek pajak berdasarkan aturan di atas juga bisa berbentuk gaji atau honorarium yang terkait dengan pelayaanan jasa. Misalnya seseorang bekerja di Belanda, maka penghasilannya tetap menjadi objek pajak dan wajib dihitung, dibayar dan dilaporkan sesuai prosedur. Meskipun orang yang bersangkutan tidak lagi berdomisili di Indonesia, tetapi masih berstatus WNI.
Terdapat juga bentuk objek pajak dari pendapatan badan usaha baik yang besar atau kecil. Selama badan usaha tersebut melakukan usaha dan mendapat omset, maka badan usaha dianggap sebagai subjek pajak dan pendapatannya adalah objek pajak. Tidak hanya dalam usaha dagang berupa barang atau jasa, pendapatan dari kegiatan pertambangan juga diberikan pada negara. Misalnya saja seseorang melakukan penambangan, maka orang itu adalah subjek pajak dengan pendapatan hasil menambang adalah objek pajak.

Gambar 2: Kendaraan bermotor juga termasuk objek pajak
Jenis – Jenis Tarif Pajak
Jenis – jenis tarif pajak setiap negara berbeda – beda. Penetapan pajak ditentukan oleh sistem yang digunakan negara tersebut. Contoh dari jenis tarif pajak adalah tarif pajak progresif atau meningkat. Seperti halnya kebijakan tentang pendapatan, pajak juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan.
Di Indonesia, penghasilan kena pajak dengan jumlah kurang dari atau sama dengan Rp25.000.000, maka tarifnya 5%. Untuk penghasilan antara Rp25.000.000 sampai Rp50.000.000, tarif pajak yang dikenakan adalah 10%. Pada penghasilan antara Rp50.000.000 hingga Rp100.000.000, akan dikenai tarif pajak dengan besaran 15%. Jika seseorang mendapatkan pendapatan Rp100.000.000 sampai Rp200.000.000, maka besar tarif pajaknya adalah 25%. terakhir, apabila seseorang mendapatkan penghasilan Rp200.000.000 ke atas maka besar tarif pajak yang dikenakan adalah 35%.
Ada lagi jenis tarif yang kedua, yaitu tarif tetap. Tetap disini memiliki definisi bahwa pajak akan tetap besarannya berapapun nominal pendapatan. Misalnya saja pajak perusahaan dengan omset Rp1.000.000.000, sama tarif pajaknya dengan pajak industri kreatif yang memiliki omset Rp200.000.000. Intinya, semua pembayaran dilakukan sama berapapun omset suatu badan usaha.

Untuk jenis tarif yang ketiga adalah tarif proporsional atau berbanding lurus. Tarif ini menggunakan rumus prosentase. Misalnya saja PPn di Indonesia. Sering kali PPn bisa ditemui di toko, swalayan, atau restoran yang sudah tertib menerapkan itu. Biasanya PPn tertulis di struk belanja. Karena besar PPn selalu menggunakan prosesntase 10%, maka jumlah pajak akan langsung dikalikan dengan berapa tagihan awal yang diberikan.
Contohnya jika seseorang membeli meja seharga Rp2.000.000, maka secara otomatis akan ada PPN 10% dari harga awal. Jadi, pembeli harus membayar sejumlah Rp200.000 tambahan. Keseluruhan nominal yang harus dibayarkan yaitu Rp2.200.000.
Namun, ada juga tarif yang berjenis menurun atau degresif. Jadi, apabila nilai suatu benda semakin tinggi dalam nominal rupiah, maka prosentase tarif pajaknya akan menurun. Perbandingan terbalik dalam kurva digunakan sebagai acuan dalam penetapan jenis tarif pajak yang satu ini.

Syarat Peraturan Pajak Yang Adil
Agar bisa mencapai suatu keadilan dalam sistem perpajakan, pajak harus diatur dengan syarat tertentu. Salah satu syaratnya adalah kesamaan (equality). Saat menarik seseorang atas suatu tagihan pajak, objek pajaknya harus sama. Misalnya, pendapatan yang sama bisa diartikan sebagai jumlah dana yang diperoleh sebagai penghasilan kena pajak saja. 2 orang bisa memiliki pendapatan yang sama, namun syarat equality menekankan bahwa penghasilan kena pajaklah yang harus dihitung dalam hal ini.
Selain itu, ada juga syarat kesenangan (convenience). Kesenangan dalam hal ini dapat diartikan sebakgai momen tepat dalam memberikan tagihan. Misalnya adalah tanggal 1 setiap bulan. Oleh karena itu, SSP yang harus dilaporkan setiap bulan memiliki batas waktu pembayaran tanggal 1 – 10 untuk mengeksekusi syarat ini. Syarat yang terakhir adalah jumlah biaya administrasi tidak boleh lebih banyak dari apa yang diperoleh.

Gambar 3: Informasi pajak mudah diperoleh

Referensi:
• Sutarto. 2008. IPS : untuk SMP/MTs kelas VIII. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
• Yunita Frisha. 29 Januari 2015. Pengertian Subjek Pajak, Objek Pajak, Dan Kewajiban Pajak.
http://yunitafrisha.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-subjek-pajak-objek-pajak-dan.html

Sumber Gambar:
• Gambar 1: https://www.cermati.com/artikel/bayar-pajak-lewat-djp-online-atau-onlinepajak-cermati-ini-dulu
• Gambar 2: https://www.bagikeunlagi.com/pajak-motor-online/
• Gambar 3: http://www.pajak.go.id/

Share :

Artikel yang lain

Open chat
Hallo
Ada yang ini di tanyakan ?